Yuk, Wujudkan Generasi Online Resilience Sejak Dini!

Di era digital, orangtua perlu menciptakan Online Resilience pada anak. Kenapa? Sekarang ini banyak sekali peristiwa mengerikan terkait kejahatan dunia maya. Lihat saja di setiap postingan, pasti akan ada beberapa bullying atau saling nyinyir yang disematkan di comment box. Bahkan, banyak post atau video pornografi yang berseliweran, lewat seenaknya, tanpa peduli siapa penontonnya. Bayangkan jika si anak yang menatapnya? It's so disgusting. Kini tumbuh kembang semua anak terancam akan hal negatif tersebut. Dan, orang dewasa pun iku menerima dampaknya. 

Pentingnya mewujudkan generasi Online Resilience pada diri anak sejak dini

Online Resilience yang mana merupakan suatu konsep pertahan diri ketika bergelut dengan dunia maya. Artinya, konsep semacam ini memang harus dibentuk agar mampu dan kuat bertahan saat menghadapi dan menerima permasalahan sulit atau suatu resiko dan bahaya yang ditemukan di online world. 

Dengan konsep ini, seseorang atau anak akan mampu beradaptasi bagaimanapun kondisi lingkungannya dengan cara merespon juga menyaring segala hal yang dihadapi ketika proses interaksi dengan digital technology sedang berlangsung. 

Inilah pentingnya online resilience bahkan dalam diri anak sekalipun. Andaikan anak tak dibekali dengan konsep ini, anak akan menjadi sasaran empuk bullying. Jika sudah menjadi korban case tersebut, apa dampaknya? Secara mental, anak akan malu, kesal, marah, bahkan merasa begitu bodoh. Anak juga akan kehilangan minat dan semangat untuk berproses dengan kegiatan favoritnya selama ini. Itu baru dampak secara emosionalnya. Bagaimana dengan fisiknya?

Designed by Pixabay

Secara fisik, anak akan merasakan banyak kelelahan akibat pikiran dan perasaanya terkuras karena rasa tekanan. Ia akan merasa begitu lelah, sakit kepala, bahkan hingga sakit perut karena tak nafsu makan dan kurang tidur. Bisa saja, anak sangat menderita sehingga enggan menceritakan permasalahan. 

Kita pastinya sering mendengar banyak sekali kasus cyberbullying yang berakibat fatal terhadap nyawa si korban. Nha, di sinilah orangtua memiliki peran utama dalam pembangunan online resilience. Kenapa? Karena orangtua adalah lingkungan utamanya untuk tumbuh dan berkembang. 

Resilience akan terbentuk ketika kita mampu memberi pengasuhan yang tepat. Kemampuan berkomunikasi kita juga sangat menentukan baik buruknya aktivitas si anak dengan dunia maya. 

Seperti yang dikutip di parentzone, berikut ada beberapa tips untuk membekali buah hati hati dengan online resilience:

Tips mewujudkan online resilience

Setidaknya, ada 3 tips atau cara yang bisa kita lakukan sebagai orangtua untuk membangun karakter ini. Tips yang saya sajikan ini berpacu pada prinsip yang dipapatkan oleh ketua IPPI (prinsip pkonstruksionis, prinsip antisipatorik, dan prinsip berkelanjutan). 

Langsung saja, tips mewujudkan balita generasi online resilience tersebut antara lain:

Komunikasi

Seperti pada keterangan atau point sebelumnya, aktif berkomunikasi harus diterapkan oleh orangtua dan anak. Kita bisa saja melarang anak mengakses segala sesuatu di internet namun harus dengan pendekatan dan penjelasan. Jika kita secara sepihak memutuskannya, anak justru tak akan menerima dan semakin penasaran.

Akibatnya, saat orangtua baik ayah atau bunda lengah dalam pemantauan pun pengawasan, anak akan  segera memanfaatkan celah tersebut dan mengaksesnya bahkan bisa saja lebih jauh. Ini justru membahyakan. Maka, mari lakukan pendekatan dan komunikasi dari hati ke hati. Bagaimana caranya? 

Kita jelaskan dengan alasan jelas dan rasional. Bila perlu, buatlah aturan fleksibel terkait aktivitas online-nya. Pemantauan harus tetap dijalankan karena memang anak rawan dengan kasus bullying atau pelecehan. 

Designed by Pixabay

Lingkungan

Pembelajaran dan eksplorasi anak tentu masih memerlukan dukungan kita. Maka, tugas kita adalah memfasilitasinya dengan lingkungan dan media yang supportive. Ambil langkah sederhana saja. Saat waktunya bereksplorasi dengan dunia anak yang sebenarnya, ciptakan lingkungan yang sesuai agar anak merasa nyaman dengan aktivitasnya. Saat sang anak menginginkan screen time, ciptakan aktivitas seru dengan dunia digital yang akan mendorong si anak untuk belajar dan mengembangkan minat. 

Aturan dan kebebasan

Kita boleh memberi peraturan tapi jangan terlalu menekan dan mengekang. Kita boleh memberi kebebasan tapi jangan terlalu menbgabaikan. Artinya, usahakan peraturan dan kebebsan yang kita berikan harus seimbang. Terapkan saja jadwal anak bermain, belajar, atau screen time. Bangun interaksi positif yang kuat. 

Sekarang kita sudah memahami pentingnya membentuk anak generasi online resilience. Semoga anak-anak kita kelak mampu menjadi pribadi hebat dan tangguh.


Mualimah Only a cute girl loving to write so much

18 Komentar untuk "Yuk, Wujudkan Generasi Online Resilience Sejak Dini!"

  1. Bener juga , anak2 sekarang terancam tontonan negatif

    BalasHapus
  2. Harus di bawah bimbingan orang tua dengan tepat๐Ÿ˜๐Ÿ‘

    BalasHapus
  3. Peran orang tua emang bagus banget buat perkembangan si kecil untuk kedepannya

    BalasHapus
  4. Dunia Online bak pisau bermata dua ... tajam ke atas dan ke bawah juga. Kalau tidak hati-hati bisa jadi bumerang orang yang melakoninya ... Tapi apalah daya saat ini semua serba online. Harus pinter memfilternya ...

    BalasHapus
  5. penting bgt diterapin dimasa sekarang ini, ga semuanya bisa ditelan mentah2 di dunia maya

    BalasHapus
  6. Setuju banget nih. Mengasuh anak jaman now emang beda dg pola asuh anak jaman old

    BalasHapus
  7. Y begini kdang gak diperhatiin para orangtua apalagi kalau orangtua yg gaptek heheh jd anaknya salah menggunakan teknologi

    BalasHapus
  8. Majunya teknologi nggak serta merta kita bisa bebas tanpa batas. Salah-salah generasi prnerus bangsa malah nggak pandai berkomunikasi karena terlalu asyik dengan dunianya..

    BalasHapus
  9. Harusada peran orang tua untuk membimbing anak

    BalasHapus
  10. jadi harus extra ketat mantaunya. kalau perlu dikasih hpe jadul ajah biar aman. klo internetan baru kasih hp kita. wkwkwk

    BalasHapus
  11. Benar bund, anak saya masih kecil sih. Tp klo liat fenomena sekarang.
    kdg orang ngebully g ngrasa ngebully, cm anggap guyon...pdhl penerimaan orang bisa beda2. Dari situ kdg ngebully dianggap wajar dlm circle pertemanan..

    BalasHapus
  12. Resilience kosa kata baru bgi saya

    BalasHapus
  13. Dari pada online trus bikin bosen

    BalasHapus
  14. Mikirin anak yang mulai beranjak gede emang bikin was-was. Harus pandai-pandai sebagai orang tua

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel