Tentang Ibu Yang Belajar Ikhlas
Menulis tentang keikhlasan, namun diri ini juga masih belajar tentang keikhlasan.
Designed by Pixabay
Tentang menjadi Ibu dan keikhlasannya; Sebagai Ibu pasti ingin melakukan banyak hal. Contoh sederhananya, ingin bersantai sambil bermedsos. Ya, semacam menghibur diri. Atau yang lagi hit, banyak Ibu yang ingin nonton drakor tanpa rengekan si kecil🤣.
Kalau saya? Banyak sekali keinginan saya. Saya itu pecinta literature, contohnya novel. Membaca novel itu hiburan yang paling luxury bagi saya. So, saya kangen membaca novel dengan tenang dan damai alias tanpa ada drama dari si kecil. Kadang juga ingin menulis saat mood dan ide lagi cemerlang. Intinya, ingin berkarya seperti semasa lajang, mengupgrade kemampuan. But, it's not so easy as i think. Bisa makan tanpa ditangisi anak saja sudah senengnya luar biasa.
Mengalah meski lelah
Semua Ibu berperan di istananya dari pagi hingga datang pagi lagi. For me, aktifitas itu cukup mendorong keinginan untuk menuntut hak bahwa saya ini juga butuh ruang special for me meski tak lama. Ya, saya ini tak akan tahan kalau terlalu dibatasi.
Seringkali saya mencoba menciptakan ruang itu. Hasilnya? Semua tak seindah harapan dan ekspektasi. Lagi-lagi, si kecil mengalahkan ego ini. Saya akui, kelemahan terbesar saya adalah tangisannya. Sekali saja terdengar rengekannya, aktifitas berhenti total. Reaksi saya? Benar-benar ingin marah. Tapi, menatap mata teduhnya membuat saya menarik napas huuffff, sabaaarr😫.
Tak dapat dipungkiri, saya sering merasa lelah dengan keadaan, lelah karena harus selalu mengalah dan membuang jauh keinginan, lelah karena harus selalu menahan amarah. Tahu kan rasanya menahan amarah? Sakiit sekali, apalagi yang dihadapi itu sang anak.
Menjauh sejenak itu lebih baik
Saya sering menangis sendiri, lho😢. Ya, saat mencoba menahan emosi, pilihan terbaik itu menjauh sejenak dati anak. That's what I always do. Saya lebih memilih meluapkan emosi dengan menangis dan menenangkan diri.
Apa saya tak pernah marah?Ajaib sekali kalau tak pernah melakukannya. Tentu, saya pernah marah. Marah dalam lwvel standard pastinua. Kalau emosi sudah di ubun-ubun, saya akan diam dan menjauh dulu. Kalau sudah tenang, barulah menghampiri si kecil sambil bercakap related to the certain case.
Berdamai dengan peran dan belajar ikhlas
Malaikat kecil itu telah mengajarkan hal berharga. Ya, saya sadar kalau menjadi Ibu tak akan cukup kalau cuma soal belajar. Tentang keikhlasan Ibu pun jauh lebih penting. Ya, ikhlas saat makan tak dapat merasakan enaknya, ikhlas saat mandi harus kejar tayang, ikhlas saat harus begadang siang malam, ikhlas saat merasa diri ini hampir hilang. Ikhlas, ikhlas, ikhlas.
Ikhlas itu cukup sulit. Faktanya, saya masih suka menangis sendiri. Apa saya mengeluh? Well, ini bukan soal mengeluh. For me, ini adalah proses belajar: belajar menerima, belajar berdamai, dan bersyukur. Yang selalu saya tanamkan di hati, anak adalah anugerah. Maka, saya harus siap menjalani proses belajar yang panjang ini. Ada saatnya nanti sang anak dengan gagah mengatakan bahwa ia bangga menjadi anak saya.
So, ayo sama semangat dan berproses menjadi Ibu yang baik.
Luv,
Mama Haikal👪
keren mama haikal
BalasHapusjangan lupa mampir
di gohealthtv ya
Terimakasih..
HapusSiap
Mama Haikal ino ya....bagus artikelnya
BalasHapusTrimakasih, semoga bermanfaat
HapusPeran ibu memang sangat mulia.. i love mam.. keren❤
BalasHapusTiap ibu itu luar biasa. Trimakasih sudah mampir
HapusNice
BalasHapusThanks
HapusMantap makasih infonya min🙏🏼
BalasHapusU're welcome
BalasHapusKeren.. Aku suka kata-katanya.. Terstruktur banget. Mampir ke blogku juga ya dinnirossy[dot]com. :*
BalasHapusMasih belajar.. anggap saja curhatan mama🥰
HapusSiap
Semangat terus berkarya dalam membuat artikel yang berkualitas
BalasHapusSiap
HapusSemnangat kak buat artikelnya jangan lupa mampir di blog ku ya kak
BalasHapussemangat for all moms
BalasHapusMemang kadang berat utk ikhlas apalagi kalau ingat masa2 muda. Tapi insya Allah, akan ada pahala kebaikan yg menanti.
BalasHapus